Pengelolaan

Sejarah Pengelolaan

Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain

Untuk menjaga fungsi kawasan Hutan Lindung Sungai Wain agar tetap lestari dibutuhkan upaya pengelolaan terpadu yang konsisten, terencana dan profesional dengan melibatkan semua pemangku kepentingan secara bertanggung jawab, terbuka, dan demokratis.

Administratif

Hutan Lindung Sungai Wain secara Administratif Pemerintahan terletak di Kelurahan Karang Joang Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kota Balikpapan Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak antara 116047′ – 116055′ Bujur Timur dan 01002′ – 01010′ Lintang selatan. Jarak tempuh dari Pusat Kota hanya 15 km melintas jalan raya Balikpapan-Samarinda.

Riwayat Badan Pengelola HLSW

Hutan Lindung Sungai Wain pada mulanya dikenal sebagai “Hutan Tutupan” yang ditetapkan oleh Sultan Kutai pada Tahun 1934 dengan Surat Keputusan Pemerintah Kerajaan Kutai No. 48/23-ZB-1934 sebagai Hutan Lindung. Berdasarkan pada Peta Kawasan Hutan Propinsi Kalimantan Timur, dengan luas ± 3.295 ha (Lampiran SK Menteri Pertanian No. 24/Kpts/Um/I/1983) merupakan bagian dari kelompok Hutan Lindung Balikpapan, sedangkan sisanya seluas ± 6.100 ha termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Untuk selanjutnya mengingat keadaan hutan tersebut masih terawat dengan baik, berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah Tk. I Kalimantan Timur No. 552.12/311/KLH-III/1988, diusulkan agar kelompok Hutan Sungai Wain seluas ± 6.100 ha tersebut ditunjuk sebagai Hutan Lindung. Hal tersebut dipertegas dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 118/Kpts-VII/1988 “Tentang Pembentukan Kelompok Hutan Lindung Sungai Wain seluas ± 6.100 ha yang terletak di Kota Balikpapan Propinsi Kalimantan Timur menjadi Hutan Lindung”. Maka dengan masuknya Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, luas areal Kawasan secara keseluruhan menjadi 10.025 ha.

Pada Tahun 1993, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Kota Balikpapan mengusulkan perubahan batas Hutan Lindung Sungai Wain, yaitu bagian kawasan yang telah dirambah dikeluarkan dari kawasan sepanjang 500 meter dari jalan raya Balikpapan – Samarinda sehingga luas kawasan tersebut menjadi 9.782,80 ha yang untuk selanjutnya usulan tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 416/Kpts-II/1995.

Berbagai kebijakan yang berlaku pada dasarnya memberikan kewenangan pengelolaan Hutan Lindung kepada Daerah, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun PP No. 25 Tahun 2000 menegaskan “Kewenangan Daerah atas Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung”. Pada Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 10 dapat disimpulkan, bahwa Daerah berwenang mengelola sumber daya Nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab untuk memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden RI No. 32/1990 tentang “Pengelolaan Kawasan Lindung” dapat disimpulkan, bahwa untuk pemahaman fungsi dan manfaat kawasan lindung perlu diupayakan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan lindung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi yang mengumumkan kawasan-kawasan tertentu sebagai kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25/2000 dapat disimpulkan pula bahwa untuk pengelolaan Kawasan Hutan Lindung yang terletak di Pemerintahan Kabupaten maupun Kota, Pemerintah Kabupaten atau Kota dapat dengan segera membuat Peraturan Daerah (PERDA) ataupun untuk sementara dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.

Dari beberapa uraian tentang aspek hukum pengelolaan suatu kawasan lindung terlihat, bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan lindung berada di tangan Pemerintah Kota dan Kabupaten. Akan tetapi dalam kaitannya dengan otonomi, PP No. 25 Tahun 2000 tidak tercantum adanya kewenangan pengelolaan hutan lindung pada Pemerintah Propinsi, maka pengelolaan hutan lindung berada di tangan Pemerintah Kabupaten / Kota, akan tetapi kewenangan tersebut baru efektif apabila Pemerintah Propinsi, Kabupaten maupun Kota telah membuat landasan hukumnya.

Upaya pengelolaan dan penyelamatan kawasan tersebut diusahakan dengan melalui berbagai kebijaksanaan pengelolaan dan pengembangan Hutan Lindung Sungai Wain yang didasarkan pada kebijakan pengelolaan kawasan lindung di Indonesia pada umumnya yaitu diarahkan untuk mencapai tujuan agar kawasan yang dimaksud mempunyai fungsi perlindungan terhadap system penyangga kehidupan, pengawetan keaneka ragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Di dalam pelaksanaannya diupayakan agar kawasan lindung tersebut bebas dari segala gangguan dan permasalahan, dikelola dengan baik dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Komitmen yang dicetuskan bersama pada tanggal 15 Maret 2001 di Aula Kantor Walikota Balikpapan menghasilkan suatu kesepakatan bersama yaitu berupa “Deklarasi Penyelamatan Hutan Lindung Sungai Wain” dan rekomendasi untuk segera membentuk “Badan Pengelola” yang independen yang selanjutnya secara teknis dan di rumuskan oleh suatu tim khusus dengan tetap melibatkan para pihak (stakeholders) dalam pengambilan keputusan.

Badan Pengelola yang dibentuk tersebut merupakan suatu bentuk kerjasama atau koordinasi agar pihak-pihak yang selama ini “secara sendiri-sendiri” telah melakukan kegiatan di Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain dapat bahu membahu menyelamatkan kawasan tersebut dengan satu tujuan dapat tercapai hasil yang lebih maksimal. Berdasarkan pada hasil inventarisasi yang telah dilakukan terdapat banyak pihak baik dari Instansi Pemerintah maupun Lembaga, telah melakukan kegiatan yang berkenaan dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Instansi Pengelola dan Lembaga yang peduli dengan Hutan Lindung Sungai Wain dapat dilihat peran dari pada Instansi Pemerintah, swasta dan lembaga lainnya di dalam upaya-upaya pengelolaan dan penyelamatan kawasan.